Saudaraku, saya ingin menuliskan sekelumit mengenai apa yang pernah saya baca. Beberapa
waktu lalu saya membaca novel karya Kang Abik berjudul “API Tauhid”. Di sana
saya mendapati sosok ulama luar bisa, Badiuzzaman Said Nursi. Ketika membaca
novel itu, keinginan saya untuk meniru ulama hebat ini begitu kuat, walaupun
dalam beberapa aspek tampaknya tidak memungkinkan.
Sa’id
Nursi memiliki kemiripan dengan Imam Syafi’i dalam beberapa hal. Misalnya, memiliki
kecerdasan luar biasa. Sebagaimana Imam Syafi’i, Said Nursi mampu menghafal
tulisan satu halaman atau lebih dalam sekali baca. Pernah dia membaca 10 atau
11 halaman dalam sekali, lalu dibacakan lagi tanpa melihat buku tersebut. Hebatnya,
tidak ada yang keliru. Dalam usia muda (kalau nggak salah umur 15 tahun), dia
sudah mendapat penghormatan sebagaimana Imam Syafi’i, yaitu mengajar
orang-orang yang banyak lebih tua darinya. Dipercaya untuk mengajar mereka
karena keilmuannya.
Ayahnya
juga memiliki kisah mirip dengan ayah Imam Syafi’i, yaitu berupaya mencari “penghalalan”
akan sesuatu yang syubhat kepada ayah mertuanya sebelum mendapat istri. Bedanya,
ayah Imam syafi’i yang makan buah dari pohon si mertua, kalau ayah Said Nursi
kambingnya yang makan rerumputan di kebun milik mertuanya. Yang wah juga, ibu
Said Nursi selalu menyusuinya dalam kondisi suci. Jika dia batal wudhunya, maka
segera wudhu dan melanjutkan aktivitas menyusui Said Nursi kecil.
Namun
yang lebih aku kagumi adalah tentang perjuangannya sebagai ulama dan
keberaniannya. Dia adalah ulama sesungguhnya. Dia adalah ulama pejuang. Dia
hidup di era keruntuhan Khilafah Islam. Saat-saat di mana khalifah digulingkan
dengan hina pada 1924. Dia juga menghadapi masa sekularisasi terhebat sepanjang
sejarah. Adzan tidak boleh pakai bahasa Arab, tidak boleh ada pengajaran
al-Quran, perempuan tidak boleh berjilbab, dll. Dia melawan sekularisasi
tersbut dengan keilmuannya. Berulang
kali dia dipenjara selama 25 tahun.
Namun
hebatnya, di penjara dia mampu menuliskan kitab Risalah An-Nur yang dia tulis
secara bertahap. Ditulis dan dikumpulkan oleh murid-muridnya. Sering dia
menulis di secarik kertas, lalu dilempar keluar melalui jendela penjara agar
tidak diketahui petugas penjara. Di luar penjara muridnya sudah menunggu. Muridnya ini pun menulis
ulang dan disebarkan kepada murid-murid Said Nursi yang lain.
Dari penulisan secara bertahap itulah lahir
kitabnya Risalah An-Nur yang berisi petuah-petuah berdasarkan al-Quran. Dan
dari kitab inilah kemudian ada komunitas bernama Thullabun Nur, para pelajar
yang belajar kitab Risalah An-Nur yang sampai sekarang masih eksis, baik di
Turki maupun di negara lain.
Hebat.
Memang ulama sesungguhnya. Semoga kita mampu mengambil hikmah dari sosok ulama
mulia ini.
Surabaya,
30 Desember 2015
0 komentar:
Posting Komentar