Kamis, 27 November 2014

Tentang Qira’at dan Qurra’

Saudaraku, saya akan menuliskan tentang Qiraat dan Qurra’ (para qari’). Tulisan ini saya ambil dari buku yang ditulis oleh Syaikh Manna’ al-Qththan dengan judul “Mabahis fii Ulumil Quran” yang kemudian diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul “Pengantar Studi Ilmu Al-Quran”.

Dalam buku tersebut diterangkan bahwa yang dimaksud dengan qira’at adalah salah satu madzhab pembacaan al-Quran yang dipakai oleh salah seorang imam qurra’ (imam qira’at) sebagai suatu madzhab yang berbeda dengan madzhab lainnya.

Qira’at itu bermacam-macam jenisnya. Setidaknya disebutkan oleh Manna’ al-Qaththan bahwa ada 6 macam qira’at. Tapi sebelum saya sebutkan keenam macam qira’at tersebut, terlebih dahulu mau saya sampaikan syarat-syarat qira’at yang shahih. Tidak apa-apa kan :)

Syarat yang pertama bahwa subuah qira’at dikatakan shahih adalah sesuai dengan kaidah bahasa Arab. Syarat yang kedua adalah sesuai dengan salah sau mushaf utsmani, meskipun hanya sekedar mendekati saja. Syarat yang ketiga, isnadnya harus shahih, sebab qira’at merupakan sunnah yang diikuti yang didasarkan pada penukilan dan keshahihan riwayat.

Baiklah, tiba saatnya bagi saya untuk menyampaikan enam jenis qira’at. Siap-siap ya.

Pertama; Mutawatir. Yaitu qira’at yang dinukil oleh sejumlah besar perawi yang tidak mungkin bersepakat untuk berdusta. Sanadnya bersambung hingga penghabisannya, yakni Rasulullah Saw. Inilah yang umum dalam qira’at.

Kedua; Masyhur. Yaitu qira’at yang sanadnya shahih, tapi tidak mencapai derajat mutawatir, sesuai dengan kaidah bahasa Arab dan rasm utsmani, serta terkenal di kalangan para ahli qira’at. Para ulama menyebutkan bahwa qira’at jenis ini termasuk yang dapat dipakai atau digunakan.

Ketiga; Ahad. Yaitu qira’at yang sanadnya shahih, tetapi menyalahi ratsm utsmani, menyalahi kaidah bahasa Arab, atau tidak terkenal di kalangan para ahli qira’at. Qira’at jenis ini tidak termasuk qira’at yang dapat diamalkan bacaannya.

Keempat; Syadz. Yaitu qira’at yang sanadnya tidak shahih.

Kelima; Maudhu’. Yaitu qira’at yang tidak ada asalnya.

Keenam; Mudarraj. Yaitu yang ditambahkan ke dalam qira’at sebagai penafsiran, seperti qira’at Ibnu Abbas.

Manna’ al-Qaththan menerangkan bahwa keempat jenis qira’at yang terakhir (ahad, syadz, maudhu’, dan mudarraj) tidak boleh diamalkan bacaannya. Lantas kemudian timbul pertanyaan, bagaimana dengan qira’at mutawatir dan masyhur? Jawabannya adalah boleh diamalkan. Hanya saja, yang boleh dibaca baik di dalam shalat maupun luar shalat adalah yang mutawatir saja, sedangkan qira’at yang masyhur tidak boleh.

Selanjutnya saya kan menuliskan tentang tujuh imam qira’at yang masyhur. Kata Manna’ al-Qaththan, Abu Bakar bin Mujahid menyebutkan secara khusus nama-nama mereka sebagai imam qira’at karena menurutnya mereka adalah ulama yang terkenal kuat hafalan, teliti, amanah, cukup lama menekuni dunia qira’at, serta telah disepakati untuk diambil dan dikembangkan qira’atnya.

Siapa saja mereka?

Yang pertama adalah Abu Amru bin al-A’la. Ia wafat di Kufah pada 154 H. Dua orang perawinya adalah Ad-Duri dan as-Susi.

Yang kedua adalah Ibnu katsir. Ia termasuk seorang tabi’in, dan wafat di Mekkah pada 120 H. Dua orang perawinya adalah al-Bazzi dan Qumbul.

Yang ketiga adalah Nafi’ al-Madani. Ia berasal dari Isfahan dan wafat d Madinah pada 169 H. Dua orang perawinya adalah Qalun dan Warsy.

Yang keempat adalah Ibnu Amir asy-Syami. Ia termasuk tabi’in dan wafat di Damaskus pada 118 H. Dua orang perawinya adalah Hisyam dan Ibnu Dzakwan.

Yang kelima adalah Ashim al-Kufi. Ia dari kalangan tabi’in dan wafat di Kufah pada 128 H. Dua orang perawinya adalah Syu’bah dan Hafsh.

Yang keenam adalah Hamzah al-Kufi. Ia dwafat di Hilwan pada tahun 156 H. Dua orang perawinya adalah Khalaf dan Khallad.

Yang ketujuh adalah al-Kisa’i al-Kufi. Ia wafat di Ranbawaih dalam perjalanan menuju Khurasan bersama Harun ar-Rasyid pada 189 H. Dua orang perawinya adalah Abul Harits dan Hafsh ad-Duri.

Hm..Baik, pada bagian akhir saya akan menuliskan tentang keberagaman qira’at yang shahih. O ya, perlu diingat, bahwa ketujuh Qira’at yang diriwayatkan oleh tujuh Imam Qira’at di atas termasuk yang shahih dan mutawatir.

Apa saja faedah dan fungsinya? Manna’ al-Qaththan menjelaskannya pada halaman 221 sampai 222. Tapi saya hanya akan menyebutkan poin-poinnya saja. Ada empat faedah dan fungsi dari keberagaman qira’at yang shahih. Yaitu menunjukkan terpeliharanya al-Quran dari perubahan dan penyimpangan, meringankan umat Islam dan memudahkan mereka untuk membaca al-Quran, bukti kemukjizatan al-Quran dari segi kepadatan makna, dan penjelasan terhadap apa yang mungkin masih global dalam qira’at lain.

Oke saudaraku, udah dulu ya. Semoga bermanfaat. :)



Surabaya, 27 November 2014

Rabu, 26 November 2014

Dari Majalah Hidayatullah

Tadi aku membaca majalah hidayatullah. Baca tentag rubrik kajian utama, kajian khusus, dan tulisan ustadz Abdurrahman Muhammad.

Untuk rubrik kajian utama, aku mendapati bahwa tulisan ini sangat penting, yaitu berbicara tentang peradaban Rabbani. Di masa sekarang ini, yang berkuasa adalah peradaban materi, bukan peradaban Rabbani.

Adapun untuk kajian khusus, aku mendapatkan pembahasan tentang liputan syiah di Sampang, Madura.  Ulama Madura dan secara umum MUI Jatim sudah menfatwakan bahwa syiah itu sesat. Begitu juga dengan NU Jatim. Tapi MUI pusat masih belum. Dalam tulisan tersebut aku juga mengetahui tentang IJABI atau ABI. Organisasi ini adalah organisasi syiah di Indonesia.

Sementara untuk yang tulisan ustadz Abdurrahman Muhammad, pimpinan umum Hidayatullah, aku mendapatkan ilmu tentang cara agar dicintai Allah. Caranya ialah dengan memperbanyak amalan sunnah.

Baiklah, semoga apa yang aku tuliskan ini bermanfaat. :)



Panceng, 14 Juni 2012

Tahukah Engkau?

Tahukah engkau, apa yang ada dalam kitab fiqih sunnah jilid satu yang ditulis oleh Sayyid Saabiq dan juga buku berjudul “Islam and Secularism” yang ditulis oleh Syed M. Naquib al-Attas? Alhamdulillah tadi aku membaca kedua buku tersebut. Tepatnya, untuk yang “fiqih sunnah” aku baca halaman 90 dan untuk yang “Islam and Secularism” aku baca halaman 100.

Dari aktivitas membacaku ini, aku mendapatkan ilmu yang luar biasa. Dulu, tatkala aku masih belajar di SMA, tepatnya ketika aku hendak shalat di musholla, seorang takmir menegurku karena tak pakai kopyah. Beliau juga menyertakan lembaran berisi tulisan berbahasa arab. Aku hanya mengangguk-angguk waktu itu walau pernah dapat penjelasan dari seseorang bahwa boleh tidak memakai kopyah sewaktu shalat. Akhirnya karena aku tak punya dalil dan tak pernah aku dapatkan penjelasan detail, perkara ini masih kabur bagiku.

Nah, tatkala aku tadi baca tulisan Sayyid Sabiq yang ditulis pada tahun 1994, tepatnya pada halaman 90 ini, aku mendapatkan penjelasan yang luar biasa. Di sana disebutkan, Ibnu Abbas menceritakan bahwa Rasul melepas kopyahnya tatkala shalat dan meletakkannya di depannya sebagai pembatas (satr). Nah, ini menunjukkan bahwa kita dibolehkan tidak menggunakan kopyah sewaktu shalat. Tidak haram, dan shalatnya sah. Selain itu ditambahkan penjelasan bahwa mazhab Hanafi menyatakan bahwa boleh tidak menggunakan penutup kepala atau kopyah saat shalat.

Alhamdulillah, aku mendapatkan ilmu yang luar biasa dari tulisan Sayyid Sabiq ini.

Sementara dari “Islam and Secularism” yang ditulis al-Attas pada halaman 98, aku mendapatkan penjelasan yang semakin mengukuhkan keyakinanku tentang kebenaran Islam.

Al-Attas menulis:
“According to the holy Quran the true religion was from the very beginning universal since it refers to one and the same universal God. It was this God. Who revealed to man the universal religion. But man gradually forgot and aberrations in religion became common among men so that from time to time God had to reveal the universal religion again and again through His prophets and messengers”.

Dari apa yang disampaikan al-Attas ini, semakin aku yakin bahwa Islamlah agama yang benar. Islamlah agama yang universal. Adapun agama-agama yang lain seperti Yahudi dan Kristen adalah agama sempalan. Kalau di zaman nabi Muhammad ini, agama sempalan yang muncul seperti ahmadiyah, lia eden, dan lain-lain. Adapun di zaman nabi Isa, agama sempalan yang muncul adalah Kristen. Sedangkan yahudi adalah agama sempalan pada zaman nabi Musa. Adapun nabi-nabi diutus oleh Allah dengan waktu yang berbeda-beda sebenarnya untuk memperbaiki dan memurnikan agama Islam (agama Allah) dari agama sempalan tersebut.

Nah, aku jadi punya anggapan atau semacam pemikiran bahwa; agama hindu, Budha, Konghucu, dan Majusi adalah agama sempalan di zaman nabi-nabi terdahulu . Adapun agama Islam adalah agama yang dianut oleh para nabi sejak nabi Adam sampai nabi Muhammad.

Oke, udaha dulu ya. Semoga bermanfaat :)


Panceng, 1o Juni 2012

Senin, 17 November 2014

Menjadi Dai yang Powerfull

Saudaraku, saya tadi baca buku tulisan pak Faqih Syarif yang berjudul “Menjadi Dai yang Dicinta”. Saya membaca halaman 50 sampai 56. Jadi tidak banyak. Tapi tidak mengapa. Walaupun Cuma 3 lembar, tapi apa yang ia tulis banyak hikmah dan pelajaran yang bisa diambil.

Judul tulisan pada halaman tersebut adalah “Berlatih Meningkatkan Keahlian”. Jadi seorang dai harus punya keahlian yang bagus agar apa yang disampaikan kepada jama’ah bisa powerfull. Sebelum memberikan tips-tipnya, pak Faqih membuka tulisannya dengan sebuh hadits nabi. Begini bunyi hadits tersebut, “Sungguh Allah menyukai seorang mukmin yang mempunyai keahlian” (HR. Ath-Thabrani).

Ia pun mengemukakan sebuah hasil penelitian pada tahun 1993 yang dilakukan oleh 3 orang pakar yang dilakukan di Berlin Academy of Music. Apa hasil penelitian mereka? Untuk menjadi ahli/expert, seseorang harus mengalokasikan waktu untuk berlatih sebanyak 10.000 jam. Jadi selama 10.000 jam digunakan untuk berlatih secara terus-menerus dan disengaja untuk meningkatkan keterampilannya. Pertanyaannya, 10.000 jam itu berapa tahun? Kalau setiap hari kita mengalokasikan 3 jam setiap hari, maka kita butuh waktu 10 tahun. Ya, memang butuh waktu lama untuk menjadi expert/ahli. Tidak bisa instan sebagaimana mie instan. Hehe.

Kamis, 13 November 2014

Perda Syariah belum Menyentuh Ekonomi Syariah

Saudaraku, pada hari kamis kemarin (6/11/14), saya mengikuti sebuah acara seminar nasional yang diisi oleh orang-orang hebat dalam dunia ekonomi syariah. Ada Syafi’i Antonio, Adiwarman A. Karim, dan lain-lain.  Sponsornya pun tidak main-main, Bank Indonesia. Ya, sponsor utamanya adalah Bank Indonesia. Dan ternyata, agenda Bank Indonesia ini tidak hanya seminar, melainkan juga banyak agenda lainnya seperti lomba-lomba, bazar, dan lain-lain.

Namun kali ini saya hanya akan sedikit mengupas tentang apa yang disampaikan oleh Dr. Syafi’i Antonio. Tema yang ia sampaikan adalah “Ekonomi Syariah sebagai Solusi Permasalahan Ekonomi”.

Pakar ekonomi syariah Indonesia ini menyampaikan bahwa selama bertahun-tahun telah terjadi 32 krisis di dunia ini. Itu artinya ada permasalahan serius yang melanda sistem ekonomi dunia. “What happening with the System?”, katanya.

Sabtu, 08 November 2014

Tentang MEA dan Madrasah


Saudaraku, hari ahad kemarin saya mengikuti acara stadium general (perkuliahan umum) yang diadakan di STAIL (Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim) Pesantren Hidayatullah Surabaya. Temanya adalah, “Menyongsong Kebangkitan Ekonomi Berbasis Pesantren dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”. Adapun pembicaranya adalah Dr. Iskandar Ritonga  M.Ag yang merupakan kaprodi ekonomi syariah UINSA (Universitas Negeri Sunan Ampel) Surabaya. Tahukah engkau sadaraku, beliau adalah dosenku di kelas. Beliau mengajar Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.

Ia membuka seminar dengan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan MEA. MEA adalah singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Adapun anggota ASEAN itu ada 10 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Filipina, Vietnam, Laos, dan Kamboja.

Tentang 10 Muharram

Saudaraku, tadi saya mengikuti acara Lailatul Ijtima’, sebuah acara pengajian di Surabaya. Pembicaranya adalah ust. Saefuddin Nawawi, salah satu da’i Hidayatullah Surabaya. Temanya adalah tentang 10 Muharram.

Ia menyampaikan tentang keutamaan berpuasa pada tanggal 10 Muharram. Dalam  sebuah hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, katanya, Rasulullah menyampaikan bahwa barangsiapa berpuasa pada tanggal 10 bulan Muharram maka dosa-dosanya yang lalu akan diampuni.

Dari sini muncul pertanyaan, dosa-dosa yang dimaksud dalam hadits tersebut apakah dosa-dosa kecil saja atau semua dosa? Ust. Saefuddin kemudian menerangkan bahwa dosa-dosa yang dimaksud adalah dosa kecil. Sedangkan dosa-dosa besar hanya bisa dihapus dengan taubat. Adapun syarat taubat ada 3. Menyesal, minta ampun, dan tidak ingin mengulangi lagi.

Dalam ceramah yang disampaikan selama 45 menit, ia banyak menyampaikan tentang peristiwa-peristiwa sejarah yang terjadi pada bulan Muharram. Dari zaman Rasul sampai abad ini. Dari Madinah sampai Indonesia.