Dalam menjalani hidup ini, terutama di zaman sekarang, kita
seolah dipaksa untuk berbuat dosa, terutama maksiat mata. Berada di dalam ataupun
luar rumah, potensi berbuat dosa sama besar. Ketika berada di luar rumah, aurat
terbuka di mana-mana. Baik perempuan maupun laki-laki banyak yang tidak menutup
auratnya dengan sempurna.
Ketika berada di dalam rumah potensi berbuat dosa juga tidak
kecil, terutama bagi yang memiliki televisi ataupun alat elektronik semisal
laptop dan handphone. Banyak sekali godaan untuk berbuat dosa. Seseorang yang
awalnya tak punya niatan bermaksiat mata, akhirnya berlama-lama menikmati dosa.
Itu baru dosa maksiat mata, belum dosa-dosa lainnya yang juga
mengintai. Maka tidak mengherankan kalau seorang muslim diarahkan untuk
senantiasa mengulang-ulang doa memohan pengampunan (istighfar) setiap hari
bahkan setiap waktu.
Saat melakukan shalat, misalnya, banyak bacaan yang berisi
permohonan ampunan atas dosa yang dilakukan. Saat membaca doa iftitah terdapat
bacaan agar dijauhkan dari dosa
sebagaimana jauhnya jarak antara barat dan timur, agar dosa "dibersihkan"
sebagaimana baju kotor dibersihkan, dan agar dosa dicuci dengan air, es, dan
embun.
Dalam rukuk dan sujud, setelah mengucap tasbih terdapat doa
agar dosa-dosa diampuni oleh Allah. Pada posisi duduk di antara 2 sujud pun
begitu, terdapat 3 kata yang semuanya memiliki makna agar Allah mengampuni dosa
yang dimiliki; yaitu "Robbighfirlii" (Ya Tuhanku, ampunilah dosaku),
"wa'aafini" (maafkan aku), dan "wa'fu 'anni" (maafkanlah
kesalahanku).
Doa-doa berisi permohonan ampunan tersebut wajib dibaca berulang-ulang
setiap shalat. Kalau dihitung secara matematis maka setiap harinya kita
diperintahkan meminta ampun paling sedikit sebanyak 51 kali, dengan rincian 3
kali setiap rakaat dan dalam sehari terdapat 17 rakaat. Itu kalau hanya mengerjakan shalat wajib 5
waktu. Kalau ditambah shalat sunnah maka jumlahnya lebih banyak lagi.
Namun tidak cukup di situ, nabi Muhammad Saw mengajarkan
agar beristighfar sebanyak-banyaknya. Beliau sendiri yang maksum, beristighfar paling
sediikit 100 kali dalam sehari (HR.
Muslim).
Hal ini menunjukkan bahwa setiap orang tidak mungkin
terlepas dari jeratan dosa. Selalu saja ada dosa yang dilakukan, sehingga harus
selalu minta ampun.
Namun anehnya, banyak dari kita yang tidak
bersungguh-sungguh dalam meminta ampun. Setiap bacaan istighfar yang ada dalam
shalat maupun di luar shalat dilewati begitu saja tanpa penghayatan yang
mendalam. Mungkin lisan mengucapkan "astaghfirullahal 'adziim" (saya
meminta ampun kepada Engkau wahai Allah Yang Maha Agung), tapi hati dan pikiran
mengembara kemana-mana.
Kalau nabi beristighfar paling sedikit 100 kali dalam
sehari, banyak di antara kita yang melalui hari-harinya tanpa istighfar 1 kali
pun.
Mengapa hal ini bisa terjadi? Tidak lain karena hati yang
dimiliki dalam kondisi sakit. Sakitnya pun bermacam-macam; ada yang sakit biasa
dan ada juga yang parah mendekati kematian. Sensor dosanya lemah sehingga dosa
dianggap hal biasa. Dosa hanya dianggap lalat yang hinggap di hidung, sehingga
tak perlu dihiraukan. Atau, dosa justru dianggap makanan yang harus dimakan
setiap hari. Na'udzubillahi min dzaalik.
Padahal, dosa memiliki dampak negatif yang banyak. Di antara
dampak tersebut adalah, dosa bisa mengakibatkan pelakunya menjadi orang yang
lemah akalnya.
Al-Imam Asy-Syafi’i rahimahullah berkata, "Aku pernah
mengadu kepada Imam Waki’ akan buruknya hapalanku, maka beliau membimbingku
agar meninggalkan maksiat, dan beliau mengatakan kepadaku bahwa ilmu agama itu
adalah cahaya, dan cahaya Allah tidak akan dianugerahkan kepada orang yang suka
bermaksiat.” (Thabaqot Al-Hanafiyyah, 1/487)
Imam Waki' juga pernah berkata kepada kepada Imam Ali bin
Hasyram , “Tinggalkanlah maksiat. Demi Allah, aku tidak menemukan cara yang
paling tepat untuk bisa menghapal, daripada meninggalkan maksiat.” (Siyar
A’laamin Nubala’, 6/384)
Masih banyak dampak lain dari dosa selain lemah akal. Ibnul Qayyim
dalam kitab ad-Da'u wad Dawa' memamaparkan dampak-dampak lainnya, seperti; terhalang
dari rezeki dan urusannya dipersulit, hati terasa jauh dari Allah SWT dan merasa asing, hati menjadi gelap sebagaimana gelapnya malam,
terhalang dari mendapatkan doa para malaikat, dan lain-lain.
Semoga kita selamat dari perbuatan meremehkan dosa, memperbanyak
permohonan ampun kepada Allah, dan menghayati istighfar tersebut dengan
penghayatan yang mendalam. Amiin.