Jumat, 05 Juni 2015

Islam dan Krisis Amal Nyata

 Saya kemarin membaca buku berjudul “Mencetak Kader”. Buku ini berisi profil Allahuyarham ust. Abdullah Sa’id dari kecil sampai wafat, termasuk juga pemikiran-pemikiran beliau tentang Islam. Buku ini juga berisi perjuangan beliau mendirikan hidayatullah sebagai pesantren di Gunung Tembak, Balikpapan yang kemudian berkembang pesat dan tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Hidayatullah kemudian menjadi organisasi sosial (orsos) dan yang terakhir menjadi organisasi masyarakat (ormas).

Dalam buku tersebut diterangkan alasan beliau mendirikan pesantren hidayatullah. Di antara alasannya adalah, karena sekarang ini teori kehebatan Islam hanya tersebar di buku-buku dan di berbagai lembaran. Namun, dalam praktek lapangan orang-orang belum bisa merasakan seperti apa kehebatan Islam sesungguhnya. Maka diperlukan sebuah usaha kongkret walaupun dalam skala terkecil untuk mewujudkan hal tersebut, yaitu dengan mendirikan pesantren hidayatullah.

Auguste Comte..Auguste Comte..

 Orang seperti Auguste Comte telah membagi 3 tahap evolusi; yaitu tahap teologis, tahap metafisika, dan tahap positivistik.

Katanya, tingkatan tertinggi adalah tahap positivistik yang ciri-cirinya ilmiah, tidak ada unsur teologis dan metafisik. Itu artinya, semakin meninggalkan Tuhan atau yang ghaib, akan semakin maju.

Astaghfirullah, itukah pendapat “tokoh” yang dipuja-puji? Baiklah, menurut orang banyak ia adalah tokoh. Menurut saya, iya, dia itu tokoh. Tapi tokoh yang menggiring kepada kesesatan.

Tidak boleh takut dicap radikal. Tidak harus tajut dicap fundamental. Karena pada hal-hal tertentu, itu sangat baik sekali. Bahkan teramat baik.

Perang pemikiran itu dahsyat sekali. Maka hendaknya, menguatkan akidah agar tak tersesat. Agar tidak salah jalan.



NB: Tulisan ini ditulis pada 23 Agustus 2012 di buku catatan, lalu dipindahkan ke blog ini.

Panceng, 11 Februari 2015

Sedikit Tentang Jihad

Tadi aku ikut kajian kitab bersama ust. Abdurrahman . Ada dua sub judul yang disampaikan. Sub judul yang pertama, melanjutkan yang kemarin yaitu tentang “buah” dari jihad. Adapun sub judul kedua adalah penjelasan bahwa jihad adalah ujian untuk menguatkan iman.

Dari penjelasan tersebut, saya merasakan hikmah berupa perlunya bersungguh-sungguh, berjihad,  dan bermujahadah. Meskipun tidak berperang dengan orang kafir, tapi bisa direfleksikan dalam kehidupan di luar perang. Walau memang, tetap tak boleh takut untuk berperang.

Yaitu bahwa, menang atau kalah, orang-orang beriman tetaplah “pemenang”. Jika menang, orang Islam dapat kejayaan. Orang-orang akan tergetar hatinya dan kemudian berbondong-bondong masuk Islam. Namun jika kalah, meninggal, maka ia “menang” karena mati syahid, masuk surga.

Selanjutnya dibacakan surat ali-Imron ayat 138-143. Dalam ayat tersebut, Allah “memotivasi” dan “menghibur” kaum muslimin, sekaligus memberi “peringatan” kepada orang-orang munafik.

Hm...baik, itu yang bisa saya tuliskan. Semoga bermanfaat. J


NB: Tulisan ini saya ketik ulang dari buku catatan yang saya tulis pada 24 Juli 2012 di Surabaya.

Panceng, 6 Februari 2015



Sedikit dari Buku Ma’alim Fit Thariq

Saya akan menulis tentang buku yang saya baca tadi pagi, yaitu “Ma’alim fit Thariq”, yang ditulis oleh Sayyid Qutub. Sebenarnya, sudah lama saya tahu buku ini. Namun, baru kali ini aku bisa membacanya.

Sebenarnya, saya belum tuntas membaca buku itu, tapi saya kira nggak apa-apa menulis apa yang saya dapatkan.

Gini, di awal tulisan Sayyid Qutub banyak menyinggung akidah. Peradaban Barat, katanya, telah mengutamakan sisi ekonomi, dan lain-lain. Tapi dalam Islam, akidahlah yang  diutamakan. Beliau menjelaskan, Allah tidak mengutamakan masalah moral, ekonomi, dan lain-lain. Akidah yang diutamakan, bukan yang lain.

Beliau juga sering menyebut beberapa kata-kata seperti thaghut, jahiliah, dan lain-lain.

Terus ini. Ada satu hal yang saya kira menarik. Dulu, pada zaman Rasulllah Saw, penguasa arab hanyalah boneka dari Persia dan Romawi. Nah, saya jadi menyimpulkan bahwa beliau mau menyampaikan kondisi sekarang. Semacam itu.
Terus, beliau juga menyatakan bahwa hanya Islamlah yang paling cocok untuk sistem kehidupan. Dan, syariat Islam hendaknya/harus diterapkan.

Membaca tulisan Sayyid Qutub ini, saya jadi tambah dalam berislam. Saya juga berpikir, mengapa dalam PKS, HTI, atau Hidayatullah. Kader-kadenya ada yang “bersitegang”? Bukankah cita-citanya sama? Bukankah metodenya saja yang berbeda?

Hm..baik, udah dulu ya. Semoga bermanfaat.


NB: Tulisan ini saya ketik ulang dari buku catatan yang saya tulis pada 29 Juni 2012 di Surabaya


Panceng, 1 Februari 2015

Tentang Ilmu dan Iman

Alhamdulillah, saya bisa nulis lagi. Saya mau nulis sedikit saja.

Yang pertama, ternyata pak Hamid dalam bukunya, “Peradaban Islam” menyatakan bahwa Peradaban Islam mencapai puncaknya 3 abad setelah masa kenabian. Padahal, saya pernah mendengar atau membaca bahwa peradaban yang paling agung adalah peradaban di Madinah, yaitu di masa nabi. Makanya, nanti saya mau tanya-tanya lagi atau cari informasi. Semoga bisa.

Terus, aku juga mau nulis tentang apa yang aku dapatkan setelah saya tanya-tanya kepada ustadz Furqon dan ustadz Kholiq tentang iman dan ilmu.

Dari Ust. Kholiq, aku dapat pencerahan bahwa secara historis, ilmu itu lebih dahulu daripada iman. Adapun dari segi pemanfaatan, ilmu itu dikendalikan oleh iman.

Adapun dari ust. Furqon, aku dapat ilmu bahwa secara epistemologis ilmu dan iman ibarat 2 sisi koin yang tidak bisa dipisahkan. Sedangkan dari sisi omtologis, ilmu dan iman memang terpisah dan di antara keduanya terdapat hubungan saling mempengaruhi.

Oke, semoga bermanfaat. Amiin.



NB: Tulisan ini saya ketik ulang dari buku catatan yang saya tulis pada 22 Juni 2012 di Surabaya.

Menjadi Orang Bahagia, Selektif, dan Produktif

Alhamdulilah saudaraku, akhirnya saya bisa nuis di sini. Lama sekali saya tak menulis di sini. Padahal, targetnya menulis setiap hari. Targetnya muluk sekali ya. Tapi nggak papa, tetap saya pasang target menulis setiap hari. Siapa tahu bisa.

Sebelum saya tuliskan apa yang ingin saya tulis, saya ingin menjadikan menulis sebagai hobi. Kalau sudah hobi, maka saya akan enjoy menulis dan ketagihan. Nah, tampaknya saya belum menjadikan aktivitas menulis sebagai hobi.

Baiklah saudaraku, tiba saatnya bagi saya untuk menulis apa yang ingin saya tulis. Beberapa waktu lalu, saya membaca majalah milik Nurul Hayat (NH). Di sana buka rubrik yang diasuh Prof. Dr. Ali Aziz. Dia adalah guru besar UINSA Surabaya dan imam tarawih di berbagai negara. Dan yang membuat saya bersyukur, beliau adalah dosen saya. Alhamdulillah.

Judul yang dia berikan di rubrik tersebut adalah “Muslim Selektif Produktif”. Tulisannya dibuka dengan 3 ayat pertama dari surat Al-Mu’minun. Uniknya, kata “qod aflaha” tidak diartikannya sebagai “Sunggguh beruntung”, tapi diartikan “Sungguh bahagia”. Dan memang, makna keduanya mirip. Orang yang beruntung pasti akan bahagia.

Begini redaksi terjemahannya, “Sungguh berbahagia orang-orang yang beriman. Yaitu orang-orang yang khusyu’ dalam shalatnya. Dan orang-orang yang meninggalkan hal-hal yang tidak berguna”.

Afifah Afra dan Diary

Tadi saya baca buku ust. Anshor berjudul “Be A Briliant Writer”. Penulisnya adalah Afifah Afra. Nama ini adalah nama pena. Kalau nggk salah, umurnya 32 tahun. Dia ternyata “murid” dan penggemar dari Helvy Tiana Rosa, Asma Nadia, Izzatul Jannah, dll. Dia juga “orang” tarbiyah. Bisa dilihat dari “sampel” yang ia sampaikan, seperti Hasan Al-Banna, Sayyid Qutb, dll. Dia ternyata sudah menulis 42 buku, dan diterbitkan. Selain itu, Afifah Afra ini juga punya blog/situs dengan alamat afifahafra.net. Hm...jadi kepingin baca nih J. Eh salah, ingin buka situsnya.

Hm..yang saya masih ingat juga adalah tentang diary. Ternyata dia juga adalah “penulis” diary. Dan yang dia ketahui, sebagian penulis yang dia kenal, ternyata juga menulis diary.

Terus ini saudaraku. Ternyata, di awal-awal dia pernah menulis dengan tangan sebuah cerita dalam 10 buku. Dan, satu buku berisi 24 halaman. Jadi, 240 halaman dong. Baru setelah itu, dia ketik ulang di rental. Subhanallah.



NB: Tulisan ini saya ketik ulang dari buku catatan yang saya tulis pada 29 Juni 2012 di Surabaya