Sabtu, 29 Agustus 2015

Manfaat Memberi Manfaat kepada Orang Lain

Alhamdulillah saudaraku, saya nulis lagi. Saya hanya ingin menuliskan bahwa menolong orang lain sangat besar manfaatnya, tidak hanya untuk orang yang kita bantu tapi juga untuk diri kira sendiri. Justru, manfaat yang kita dapatkan lebih besar daripada manfaat orang yang kita bantu.

Mengapa saya bisa berkata demikian? Orang yang membantu orang lain berpotensi menjadi orang terbaik di sisi Allah, sementara orang yang kita bantu tidak. Rasulullah Saw pernah menyampaikan, “Khoirun naas, anfa’uhum lin naas”. “Sebaik-baik manusia adalah orang yang bermanfaat bagi orang lainnya”. Bukankah membantu orang lain adalah orang yang memberikan manfaat orang lain? Iya bukan? J

Kedua, orang yang membantu orang lain mendapatkan pahala dari Allah, sementara orang yang kita bantu tidak. Jangan dikira kalau pahala hanya bisa didapatkan dengan shalat, puasa, baca al-Quran dan semisalnya yang sifatnya adalah ibadah vertikal langsung dengan Allah. Pahala juga bisa didapatkan dengan ibadah yang sifatnya horisontal, bersinggungan dengan manusia. Sebutlah misalnya syariat zakat dan sedekah. Bukankah keduanya adalah ibadah yang sifatnya horisontal? Berhubungan dengan manusia? Bukankah zakat dan sedekah adalah dalam rangka membantu orang lain?

Ketiga, orang yang membantu orang lain akan dibantu oleh Allah walaupun tidak secara langsung dan tidak harus dibantu oleh orang yang kita bantu sebelumnya. Allah berfirman dalam sebuah qudsi yang tercantum dalam kitab hadits arba’in, “Allah akan menolong seorang hamba selama dia menolong saudaranya”.

Misalnya suatu hari kita membantu A. Lalu pada hari berikutnya ada B yang membantu meringankan beban kita. Nah, memang benar bukan A yang membantu kita. Allah lah yang membantu kita melalui perantara si B. Jadi, kalau kita bantu orang lain maka Allah akan membantu kita. Namun orang yang kita bantu tidak akan dapat bantuan lain dari Allah sebagaimana orang yang membantu, kecuali Allah berkehendak.

Baiklah saudaraku, mungkin itu yang bisa sampaikan. Semoga bermanfaat. :)




Surabaya, 28 Agustus 2015

Agar Tidak Sombong

Saudaraku, tadi ustadz Huda selaku ketua STAIL (Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim) Surabaya memberikan tausiyah kepada calon mahasiswa  baru. Saya tertarik untuk menuliskan apa yang beliau sampaikan di sini.

Beliau menyampaikan tentang bahaya thagha’ alias sombong. Sombong ini, kata beliau, adalah karakter atau sifat yang berbahaya. Bisa menimpa siapa saja. Ada beberapa hal yang menyebabkan orang sombong. Yaitu kekayaan, wajah yang tampan atau cantik, ilmu, keshalehan, dan kekuasaan. Padahal, siapa yang memberikan itu semua? Allah. Allah Sang Penguasa Alam adalah zat yang menyebabkan semua itu ada.

Harta yang banyak dan uang yang melimpah adalah milik-Nya. Kalau Allah berkehendak, maka harta itu bisa diambil-Nya hingga lenyap seketika.

Wajah yang tampan atau cantik menyebabkan seseorang sombong. Padahal, yang menyebabkan dia tampan adalah Allah Yang Maha Indah. Dia hanya memberikan sedikit saja keindahan yang Dia miliki. Kalau Allah berkehendak, ketampanan dan kecantikan itu bisa sirna.

Begitu juga dengan ilmu. Mungkin orang akan berkata kepada orang yang menegur bacaan al-Qurannya, “Eh, siapa kamu. Hafal Quran saja belum”. Atau seorang pengajar yang dikoreksi oleh muridnya lalu berkata, “Kamu itu tahu apa”. Begitulah kalau orang tidak sadar bahwa ilmu yang dia miliki hanyalah sedikit dan itu adalah pemberian Allah. Allah adalah Al-‘Alim, Sang Pemilik Ilmu. Manusia tak layak sombong lantaran hanya diberi sedikit ilmu oleh-Nya.

Selanjutnya tentang keshalehan. Nah, ini dia nih yang banyak orang tidak sadar. Merasa dirinya shaleh dan suci sehingga memandang remeh orang-orang yang suka bermaksiat. Karena dirinya suka tahajjud, shalat berjama’ah 5 waktu di masjid dan tepat waktu, rajin baca al-Quran, dan sebagainya. Ketika berpapasan dengan orang yang suka bermaksiat hatinya berkata, “Ahli neraka nih, ahli neraka. Kalau saya orang shaleh, orang suci”. Padahal, yang menyebabkan dia bisa shalat, baca al-Quran, dan lain-lain adalah Allah. Tak pantas dia memandang remeh orang lain. Dia merasa dirinya shaleh, padahal boleh jadi dia pernah berbuat dosa yang sampai sekarang tak diampuni oleh Allah. Dia merasa dirinya suci, padahal bisa jadi hatinya kotor dan najis. Tidak layak baginya merasa lebih baik dari orang lain.
Kekuasaan juga begitu. Kekuasaan hanya milik Allah. Dialah al-Malik, Sang Pemilik Kekuasaan. Tak boleh seseorang memandang sebelah mata kepada bawahannya, karena dirinya bukan siapa-siapa di hadapan Allah.

Pertanyaannya, bagaimana solusi agar terhindar dari sombong? Orang sombong memiliki hijab dalam dirinya sehingga dia tidak mampu melihat dirinya sendiri. Nah, hijab ini harus dihancurkan, sehingga bisa mengetahui siapa dia sebenarnya. Dia adalah makhluk Allah yang diberikan sedikit kelebihan oleh-Nya. Allahlah penyebab semua itu. Sewaktu-waktu bisa diambil oleh-Nya. Alhamdu-lillah. Segala macam bentuk pujian hanyalah milik Allah. Hanya Dia yang pantas dipuji. Manusia tidak sama sekali.

Hm...baiklah, itu saja dulu. Semoga bermanfaat apa yang beliau sampaikan. Kata-kata diatas dibuat oleh saya, tapi berdasarkan apa yang saya dapatkan dari beliau.

O ya, sebelum saya sudahi tulisan ini, saya ingin menuliskan status facebook dari seseorang yang pernah saya baca. Begini bunyinya, “Merasa lebih baik dari orang lain adalah kotoran berpenyakit yang setiap harus dibuang ke tempat sampah”. Jadi, kesombongan itu bisa muncul setiap hari. Maka dari itu, kita harus berusaha agar setiap hari kita rajin membuangnya ke tempat sampah.

Semoga bermanfaat. J



Surabaya, 27 Agustus 2015

Sekelumit tentang Pemikiran Feyerabend

Saudaraku, saya ingin menuliskan tentang sesuatu. Tapi sedikit. Bukankah blog ini saya beri nama dengan coretan kecil? Jadi tidak apa-apa saya isi dengan hal-hal kecil, namun bermanfaat.

Jadi begini, beberapa hari yang lalu saya diajak teman untuk ikut acara diskusi. Diskusinya tentang filsafat. Waktu itu yang dibahas adalah salah satu tokoh postmodern, yaitu Karl Paul feyerabend. Tapi karena namanya susah diucapkan, ada salah satu peserta diskusi yang menyebutnya powerbank. Hehe. Ada-ada aja.

Selain disebut sebagai tokoh posmodernisme, Feyerabend juga disebut sebagai tokoh kiri. Kenapa disebut sebagai tokoh postmodernisme? Karena dia mengkritik pemkiran-pemikiran modernisme seperti Rene Descartes, Immanuel kant, dan lain-lain. Kenapa disebut sebagai tokoh kiri? Karena dia berangkat dari sisi sosial, yang merupakan cara pembacaan kiri sebagaimana Karl max, tokoh utama pemikiran kiri.

Pemikiran Feyerabend disebut-sebut sebagai anarkisme epistemologi. Kenapa demikian? Karena ia ingin melakukan dobrakan atas gagasan pemikiran-pemikiran sebelumnya yang dianggap paling benar.

Sebenarnya, dia ahli fisika. Dia juga banyak dipengaruhi oleh pemikiran tokoh modernisme. Namun kemudian dia menemukan kesimpulan bahwa selama ini kebenaran positivistik disebut-sebut oleh tokoh filsafat sebagai hal yang baku, absolut, dan paling unggul. Menurut feyerabend, masih banyak cara dan sudut pandang  untuk mengungkapkan kebenaran, tidak hanya dimonopoli oleh sudut pandang positivistik.

Kalau ada pandangan bahwa kebenaran tunggal dan paling benar adalah berdasarkan sudut pandang positivistik, maka yang terjadi adalah epistemologi menjadi sakit. Lantas apa obatnya? Feyerabend lantas menawarkan obat penyembuh bernama anarkisme epistemologi, yang ditempuh melalui anti-metode dan anti-ilmu pengetahuan.

Anti metode yang dimaksud adalah melawan kemapanan penelitian positivistik yang dianggap baku, universal, dan kekal. Solusi yang ditawarkan adalah 2 langkah sebagai pengganti. Pertama, prinsip perkembangbiakan (kebenaran yang ada tidak tunggal). Dan yang kedua, prinsip apa saja boleh.

Anti terhadap ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah anti terhadap kekuasaan ilmu pengetahuan. Menurutnya, kebenaran positivistik yang dikatakan baku, absolut, dan paling unggul ternyata diselubungi oleh kepentingan-kepentingan berupa propaganda para ilmuwan dan adanya tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskan. Selain itu, menurutnya kebenaran positivistik ilmu sama seperti zaman kegelapan (dark age) dimana terjadi monopoli kebenaran gereja.

Hm...menarik juga ya. Oke, cukup dulu. Semoga bermanfaat.



Surabaya, 23 Agustus 2015

Senin, 17 Agustus 2015

Ajaran Islam tidak Kuno

 Saudaraku, beberapa hari yang lalu saya mendapatkan tausiyah yang bagus dari salah seorang ustadz. Saya ingin menyampaikan kembali apa yang ia sampaikan, tapi menggunakan bahasa saya.

Ia menjelaskan bahwa saat ini orang-orang liberal berusaha membuat keyakinan orang Islam terhadap ajaran nabi Muhammad tergerus. Mereka beranggapan bahwa ajaran nabi adalah ajaran yang kuno. Padahal, ajaran dari  beliau (yang tentunya berasal dari Sang Pencipta) adalah ajaran yang luar biasa dan cocok untuk segala zaman.

Sang ustadz kemudian memberi contoh ketika terjadi diskusi antara seorang muslimah bercadar dengan orang liberal. Ketika muslimah ini memberikan berbagai penyampaian materi, orang liberal tersebut memuji bahwa si muslimah pemikirannya cemerlang dan modern. Tapi kemudian menyayangkan karena si muslimah memakai pakaian yang kuno menurutnya.

Si muslimah kemudian menyatakan bahwa justru dia memakai jilbab dan cadar setelah dari proses berpikirnya selama ini. Ia juga menyampaikan bahwa ajaran nabi (Islam) membawa ummat manusia kepada generasi yang beradab. Dulu, ketika manusia belum beradab, mereka tidak mengenakan pakaian. Kalaupun memakai pakaian, sekedarnya saja karena teknologi waktu itu masih sangat sederhana. Mereka kemudian semakin beradab setelah memakai pakaian yang sopan. Si muslimah bercadar ini kemudian mengatakan bahwa hewan adalah makhluk tak beradab karena tidak mengenakan pakaian.

Jadi kesimpulannya, ajaran Islam itu cocok di zaman ini karena peradaban itu modern atau kuno bukan didasarkan pada pakaian. Justru orang yang tidak berpakaian adalah orang yang tidak beradab.


Baiklah, mungkin itu dulu saudaraku. Semoga bermanfaat J



Gresik, 25 Mei 2015