Jumat, 31 Mei 2013

Saya bukan orang HTI, Tapi...



Saya bukan orang HTI. Saya orang Islam. Saya mau menulis di sini, karena ada yang “alergi” dengan kata ‘khalifah’ atau ‘khilafah’. 

Padahal, kata ‘khilafah’ masih ada pada tahun 1924/1926. Artinya, khilafah baru tidak ada sejak 88/86 tahun yang lalu. Jadi, hanya 88/86 tahun tidak ada khilafah. Adapun sejak sahabat Abu Bakar As-Shiddiq sampai tahun 1924/1926, khilafh telah berdiri selama ribuan tahun. Bukankah zaman Abu Bakar adalah abad ke-6, sedangkan khilafah runtuh pada abad ke-19. Jadi, ada 14 abad alias 1.400 tahun. Ingat, khilafah telah eksis selama 1.400 tahun, sedangkan khilafah baru tidak ada selama 88/86 tahun saja. 

Tidak hanya alergi, tapi mereka juga mengatakan bahwa membangun khilafah itu utopia alias mustahil. Kenapa? Coba bayangkan, kata mereka, khilafah itu mengharuskan negara-negara yang ada sekarang berada di bawah naungan “presiden” yang bernama “khalifah”. Jadi presiden Indonesia, SBY misalnya, nanti hanya akan menjadi gubernur, sebagaimana Mesir di zaman kekhalifahan dulu tidak punya presiden, tapi hanya punya gubernur. Selain itu, sekarang ada PBB. Wah, gimana ini. Nanti tidak jelas dong kalau ada khilfah. Nggak usahlah mengenang masa lalu terlalu dalam. Nggak usahlah terlalu larut dalam romantisme sejarah. Sekarang ya sekarang, nggak usah menoleh ke masa lalu. Hidup sudah modern, koq masih melihat yang “kuno”. Astaghfirullah....

Padahal sudah jelas dalam hadits bahwa, manhaj nubuwwah itu akan ada nanti sebelum kiamat. Orang salafi pun juga meyakini bahwa “khilafah” (manhaj nubuwwah) itu akan tegak nanti. Tapi menurut mereka nggak perlu diupayakan sebagaimana orang HTI. Ia akan datang dengan sendirinya. Ini berbeda dengan pandangan orang-orang HTI yang mengatakan bahwa harus diupayakan, tidak cukup berdiam diri. Sama halnya ketika Rasulullah Saw meramalkan bahwa bahwa Konstantinopel nanti akan jatuh ke tangan kaum muslimin. Pada waktu itu, orang-orang Islam semangat memperjuangkannya, tidak berdiam diri.

Sekali lagi, saya bukan orang HTI. Saya juga bukan orang Salafi. Saya orang Islam. Saya berjuang untuk Islam. Hanya saja, saya berada di lingkungan pesantren bernama Hidayatullah. Saya aberada di dalam organisasi Hidayatullah. Itu saja. Dan, Hidayatullah sendiri mempunyai visi membangun peradaban Islam. Di sini ada perjuangan agar nilai-nilai Islam terwujud dalam masyarakat. Batangkan, iman yang menancap di dalam dada bisa termanifestikan ke dalam masyarakat.

Orang-orang di lingkungan Hidayatullah memperjuangkannya melalui jalur dakwah, pendidikan, sosial, dan ekonomi. Hidayatullah tidak berjuang melalui politik. Biarlah yang lain yang berjuang melalui politik. Di sinilah Hidayatullah memposisikan diri sebagai jama’atun min jama’aatil muslimin. Atau, Hidayatullah merupakan salah satu jama’ah dari jama’ah-jama’ah Islam yang lain. Oleh karena itu, Hidayatullah tidak bisa “menggarap” semua aspek. Hidayatullah hanya menggarap aspek yang dirasa sangat penting untuk kemajuan dan kebangkitan ummat. 

Khilafah bagi Hidayatullah, bukanlah tujuan utama. Tujuan utama ialah, bagaimana nilai-nilai Islam itu bisa mewujud nyata dalam diri pribadi seseorang dan dalam masyarakat luas. Tapi jika terbentuk khilafah, itu adalah hal yang sangat baik. Karena dengan sistem khilafah, nilai-nilai akan sangat mudah mewujud menyata dalam masyarakat seperti saat sekarang ini. Setidaknya, itulah yang saya pahami. Semoga saya tidak salah.

Sekali lagi, saya orang Islam. Saya bukan orang HTI, orang NU, orang Muhammadiyah, orang Persis, dan bahkan, saya bukan orang Hidayatullah. Saya, saat ini, hanyalah tinggal di pesantren Hidayatullah dan berjuang di sana. Saya hanyalah berada di jama’ah bernama jama’ah Hidayatullah. Kalau Hidayatullah masih lurus, maka saya akan tetap di Hidayatullah. Tapi jikalau Hidayatullah melenceng, maka saya akan keluar dari Hidayatullah.

Sekali lagi, saya orang Islam.

Ahad, 2 September 2012

0 komentar:

Posting Komentar