Manusia
adalah makhluk yang sering salah, lupa dan terombang-ambing. Terkadang berada
dalam posisi positif dan baik, namun juga terkadang dalam posisi negatif dan
jelek. Dari situ kemudian dibutuhkan kegiatan saling mengingatkan agar kembali
ke jalan yang lurus.
Pertanyaannya,
siapakah yang akan mengingatkan? Siapakah yang akan menunjukkan ke jalan yang
lurus? Siapakah yang akan mengarahkan ke alamat yang benar? Jawabannya adalah
para da’i. Namun jangan salah, mereka yang disebut da’i bukan hanya ustadz atau kiai. Yang disebut
da’i adalah siapa saja yang melakukan kegiatan atau aktivitas seorang da’i.
Jadi siapapun bisa disebut da’i, termasuk anak kecil sekalipun. Bahkan, bagi
yang mengaku beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, mereka harus menjadi da’i.
Rasulullah Saw bersabda, “ballighuu ‘annii walau aayah”. “Sampaikanlah
(dakwah) walau hanya satu ayat” (Al-Hadits). Perintah Rasulullah Saw ini
bersifat umum, siapapun, tidak hanya ustadz atau kiai. Jadi, kita semua
(muslim) adalah da’i.
Namun
biasanya banyak di antara kita yang kemudian enggan berdakwah dengan alasan
dirinya belum baik dan belum layak menjadi da’i. Ada juga yang beralasan takut
terkena ayat 2-3 dari surat Ash-shof. Allah berfirman, “Wahai orang-orang
yang beriman, mengapa kalian mengatakan apa yang kalian tidak lakukan. Sungguh
besar kebencian di sisi Allah. Kalian mengatakan apa yang kalian tidak lakukan”.
Memang
benar, seorang da’i seharusnya merupakan orang yang baik dan melakukan apa yang
dia katakan. Karena kalau hanya menyampaikan namun tidak diiringi aplikasi
dalam lapangan, maka orang yang diingatkan akan merasa kecewa dan tidak lagi
mau diingatkan. Dan yang lebih berbahaya, Allah kemudian benci kepada mereka
yang hanya pandai ber-mauidzah hasanah (berdakwah) namun tidak pandai
ber-uswatun hasanah (memberi contoh yang baik).
Akan
tetapi, jangan sampai karena alasan tersebut kita kemudian tidak mau berdakwah,
tidak mau mengingatkan saudara kita. Kenapa? Karena kalau kita meninggalkan
dakwah, berarti kita menyelisihi perintah Rasulullah sebagaimana hadist di atas
(ballighuu ‘annii walau aayah). Atau dengan kata lain, kita akan memikul
dosa besar kalau meninggalkan dakwah. Selain itu, kita tidak hanya akan dikecam
dan dilaknat Allah, tapi juga oleh semua makhluk. Allah berfirman, “ Sesungguhnya
orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami menerangkannya
kepada manusia dalam kitab, mereka itu dilaknati Allah dan dilaknati (pula)
oleh semua (makhluk) yang dapat melaknat” (QS. Al-baqarah: 159).
Maka
dari itu, ada kesimpulan penting yang perlu kita catat. Kalau berdakwah namun
tidak melaksanakan kita akan dimurkai Allah, namun jika meninggalkan dakwah
maka kita akan dilaknat oleh Allah dan semua makhluk.
Lantas,
bagaimana sikap yang terbaik? Sikap yang terbaik adalah tetap berdakwah dan
tidak berusaha meninggalkannya. Adapun jikalau kita ternyata menyelisihi apa
yang kita sampaikan, maka kita beristighfar dan tidak mengulangi lagi serta
berusaha dengan usaha terbaik agar selalu selaras antara ucapan dan perbuatan.
Semoga
kita termasuk orang-orang yang tidak meninggalkan dakwah. Dan, dalam proses
dakwah, semoga apa yang kita sampaikan itu pula yang kita lakukan. Amiin.
Surabaya, 11 Agustus
2014






0 komentar:
Posting Komentar