Senin, 16 Mei 2016

Memaafkan

Saya tidak akan pernah memaafkan mereka. Mereka sudah membuat hidup saya sengsara”, kata teman saya saat dia bercerita tentang kisah hidupnya. Dari apa yang disampaikan, menunjukkan bahwa teman saya ini tidak bisa memaafkan orang yang sudah menyakiti hatinya. Memang, memaafkan bukanlah perkara mudah. Terlebih jika perlakuan yang didapatkan sangat menyakitkan hati dan tidak bisa dilupakan. 

Namun, bagaimana sikap yang benar bagi seorang muslim jika ada orang lain yang menyakiti hatinya? Memaafkan atau tidak memaafkan?

Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa ada seorang sahabat nabi yang disebut-sebut oleh Rasulullah Saw sebagai ahli surga. Karena penasaran dengan penjelasan Rasulullah Saw tersebut, Abdullah bin Amr kemudian berusaha menyelidiki amalan apa yang dilakukan si fulan sehingga dia disebut nabi sebagai ahli surga. 

Abdullah kemudian pergi menginap di rumah si fulan tersebut. Namun ia merasa keheranan, karena ibadah si fulan tidak ada yang istimewa. Lantas ia menceritakan kabar dari nabi dan bertanya kepadanya, amalan apa yang dia lakukan sehingga nabi menyebutnya sebagai ahli surga.

Si fulan pun menjawab, bahwa sebelum tidur dia selalu berdoa agar Allah mengampuni orang-orang yang telah membuat hatinya sakit. Dengan begitu, tidak ada rasa amarah dan dendam dalam hatinya. Dia maafkan semua perlakuan orang yang telah menjadi penyebab hatinya sakit tanpa terkecuali.

Dari kisah ini kita bisa mengambil hikmah bahwa seorang muslim hendaknya memaafkan orang yang telah menjadikan hati sakit. Tidak cukup memaafkan, tapi hendaknya ditambah dengan berdoa agar Allah mengampuni dosa-dosanya.

Dalam al-Quran surat Al-A’raf ayat 199 diterangkan bahwa kita hendaknya menjadi pemaaf. Allah berfirman: “Jadilah pemaaf dan suruhlah orang-orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari orang-orang yang bodoh.”
 
Di samping itu, Allah juga menerangkan bahwa sifat memaafkan adalah ciri orang yang bertakwa. Dia berfirman: “Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada Surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa. (Yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya) di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya, serta memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” (Ali Imran: 133-134).

Jadi ada tiga ciri orang bertakwa berdasarkan ayat di atas; yaitu orang yang bersedekah di segala kondisi, orang yang menahan amarah, dan memaafkan kesalahan orang lain. Ketiga ciri tersebut harus ada semuanya, karena bisa saja ada yang mampu bersedekah di segala kondisi dan mampu menahan amarah namun tidak bisa memaafkan kesalahan orang lain.

Memaafkan kesalahan orang lain berada di atas tingkat orang yang mampu menahan amarah. Karena orang yang mampu menahan amarah belum tentu bebas dari rasa sakit hati, bahkan dendam. Maka dari itulah, seorang muslim yang baik tidak hanya mampu menahan amarah, tapi juga memberi maaf ketika marah. Kalau mampu melakukannya, ia akan dipuji oleh Allah dan diangkat derajatnya. Allah berfirman: “Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan-perbuatan keji, dan apabila mereka marah mereka memberi ma`af” (QS. AS-Syuuro: 37)

Dari firman Allah di atas menjadi teranglah perkara ini. Sikap yang benar bagi seorang muslim adalah memaafkan orang yang sudah menyebabkan hatinya sakit. Namun masih ada satu alasan lagi mengapa sikap memaafkan perlu kita lakukan. Dengan memaafkan, kita telah berhasil mendamaikan dan menenangkan hati. Karena kita punya hak untuk menjadikan hati kita tenang dan damai serta terbebas dari rasa dendam.

Tere Liye, salah satu penulis novel muslim pernah menulis dalam salah satu novelnya, “Saat kita memutuskan memaafkan seseorang, itu bukan persoalan apakah orang itu salah, dan kita benar. Apakah orang itu memang jahat atau aniaya, bukan! Kita memutuskan memaafkan seseorang karena kita berhak atas kedamaian dalam hati”.

Semoga kita mampu menjadi orang-orang yang gampang memaafkan. Karena dengan memaafkan kita akan memperoleh kedudukan yang tinggi di hadapan Allah, memperoleh predikat takwa, serta mendapatkan kedamaian dalam hati. Semoga.


Surabaya, 16 Mei 2016

0 komentar:

Posting Komentar