Minggu, 15 Mei 2016

Mendirikan Shalat

Bagaimana kabar kesehatan fisik? Bagaimana juga kabar kesehatan ruhani? Kalau shalatnya gimana kondisinya?

Banyak di antara kita yang memperhatikan kondisi fisiknya, kesehatan badannya, dan kekuatan tubuhnya, namun lupa terhadap kondisi ruhaninya. Bisa jadi ruhaninya lapar tapi dia tidak memberinya makan. Bisa jadi ruhiyahnya sedang sakit, namun dibiarkan merana tak diobati.

Begitu juga dengan shalat, sedikit yang peduli terhadap “kesehatan” shalatnya. Padahal shalatnya sudah sekarat. Shalatnya sama sekali tak berkualitas. Kelihatan sekali kalau hanya menggugurkan kewajiban. Shalatnya terasa kering, gersang, dan kerontang. Ia bagaikan jasad tanpa nyawa.

Kita hendaknya menjaga kesehatan jasmani kita, pun ruhani kita. Dan agar ruhani bisa sehat, maka shalatnya pun harus sehat. Harusnya shalat diperhatikan kondisinya. Karena kalau shalat seseorang baik, maka seluruh tindak tanduknya akan baik. Namun kalau shalatnya jelek, maka tindak tanduknya akan jelek.

Shalat yang sehat adalah shalat yang didirikan, bukan hanya dikerjakan. Mendirikan shalat berbeda dengan mengerjakan shalat. Apa perbedaannya?

As-Sa’di dalam kitab tafsirnya ketika menerangkan kata “Wa aqiimu as-shalaah” pada surat al-Baqarah ayat 2, menuliskan bahwa mendirikan shalat itu memiliki usaha yang lebih dari sekedar mengerjakan shalat. Mendirikan shalat ada dua macam, yaitu mendirikan secara dzahir dan mendirikan secara batin.

Mendirikan secara dzahir, lanjut As-Sa’di, ialah dengan menyempurnakan rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan syarat-syarat shalat. Adapun mendirikan secara batin dilakukan dengan mendirikan ruh shalat. Apa itu ruh shalat? Ruh shalat adalah hadirnya hati saat shalat serta mentadabburi apa yang dibaca dan apa yang dikerjakan ketika shalat.

Jadi kalau melaksanakn shalat adalah shalat secara fisik, yaitu dengan melakukan rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan syarat-syarat shalat. Adapun mendirikan shalat lebih luas dan lebih dalam, yaitu dengan ikut menghadirkan hati ketika shalat, mentadabburi segala apa yang dibaca dan dilakukan saat shalat.

Maka dari itu, agar bisa menghadirkan hati ketika shalat dan mentadabburi bacaan shalat hendaknya kita mengetahui maksud dari apa yang kita baca. Kalaupun kita punya kelemahan dalam bahasa arab, minimal kita paham maksud beberapa kosa kata yang ada dalam bacaan shalat. Dengan cara ini, kita mendapat kemudahan untuk bisa mendirikan shalat.

Nah, kalau kualitas shalat kita sudah pada tingkat “didirikan”, bukan sekedar dikerjakan maka shalat itu akan memberi pengaruh yang keren pada diri kita. Kita akan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Dalam menghadapi hidup, kita akan tegar menjalaninya. Dan, seluruh amalan kita dapat jaminan bahwa ia akan menjadi amal shaleh, amal yang baik. Tapi syaratnya adalah mendirikan shalat, bukan sekedar mengerjakan shalat.

Semoga kita bisa mendirikan shalat. Amiin.



Surabaya, 27 Januari 2016







0 komentar:

Posting Komentar