Bagaimana
kabar kesehatan fisik? Bagaimana juga kabar kesehatan ruhani? Kalau shalatnya
gimana kondisinya?
Banyak
di antara kita yang memperhatikan kondisi fisiknya, kesehatan badannya, dan
kekuatan tubuhnya, namun lupa terhadap kondisi ruhaninya. Bisa jadi ruhaninya
lapar tapi dia tidak memberinya makan. Bisa jadi ruhiyahnya sedang sakit, namun
dibiarkan merana tak diobati.
Begitu
juga dengan shalat, sedikit yang peduli terhadap “kesehatan” shalatnya. Padahal
shalatnya sudah sekarat. Shalatnya sama sekali tak berkualitas. Kelihatan
sekali kalau hanya menggugurkan kewajiban. Shalatnya terasa kering, gersang, dan
kerontang. Ia bagaikan jasad tanpa nyawa.
Kita
hendaknya menjaga kesehatan jasmani kita, pun ruhani kita. Dan agar ruhani bisa
sehat, maka shalatnya pun harus sehat. Harusnya shalat diperhatikan kondisinya.
Karena kalau shalat seseorang baik, maka seluruh tindak tanduknya akan baik.
Namun kalau shalatnya jelek, maka tindak tanduknya akan jelek.
Shalat
yang sehat adalah shalat yang didirikan, bukan hanya dikerjakan. Mendirikan
shalat berbeda dengan mengerjakan shalat. Apa perbedaannya?
As-Sa’di
dalam kitab tafsirnya ketika menerangkan kata “Wa aqiimu as-shalaah” pada surat
al-Baqarah ayat 2, menuliskan bahwa mendirikan shalat itu memiliki usaha yang
lebih dari sekedar mengerjakan shalat. Mendirikan shalat ada dua macam, yaitu
mendirikan secara dzahir dan mendirikan secara batin.
Mendirikan
secara dzahir, lanjut As-Sa’di, ialah dengan menyempurnakan rukun-rukun,
kewajiban-kewajiban, dan syarat-syarat shalat. Adapun mendirikan secara batin
dilakukan dengan mendirikan ruh shalat. Apa itu ruh shalat? Ruh shalat adalah
hadirnya hati saat shalat serta mentadabburi apa yang dibaca dan apa yang
dikerjakan ketika shalat.
Jadi
kalau melaksanakn shalat adalah shalat secara fisik, yaitu dengan melakukan
rukun-rukun, kewajiban-kewajiban, dan syarat-syarat shalat. Adapun mendirikan
shalat lebih luas dan lebih dalam, yaitu dengan ikut menghadirkan hati ketika
shalat, mentadabburi segala apa yang dibaca dan dilakukan saat shalat.
Maka
dari itu, agar bisa menghadirkan hati ketika shalat dan mentadabburi bacaan
shalat hendaknya kita mengetahui maksud dari apa yang kita baca. Kalaupun kita
punya kelemahan dalam bahasa arab, minimal kita paham maksud beberapa kosa kata
yang ada dalam bacaan shalat. Dengan cara ini, kita mendapat kemudahan untuk
bisa mendirikan shalat.
Nah,
kalau kualitas shalat kita sudah pada tingkat “didirikan”, bukan sekedar
dikerjakan maka shalat itu akan memberi pengaruh yang keren pada diri kita.
Kita akan terhindar dari perbuatan keji dan mungkar. Dalam menghadapi hidup,
kita akan tegar menjalaninya. Dan, seluruh amalan kita dapat jaminan bahwa ia
akan menjadi amal shaleh, amal yang baik. Tapi syaratnya adalah mendirikan
shalat, bukan sekedar mengerjakan shalat.
Semoga
kita bisa mendirikan shalat. Amiin.
Surabaya,
27 Januari 2016






0 komentar:
Posting Komentar