Saudaraku, hari ahad
kemarin saya mengikuti acara stadium general (perkuliahan umum) yang diadakan
di STAIL (Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim) Pesantren Hidayatullah
Surabaya. Temanya adalah, “Menyongsong Kebangkitan Ekonomi Berbasis Pesantren
dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”. Adapun pembicaranya
adalah Dr. Iskandar Ritonga M.Ag yang
merupakan kaprodi ekonomi syariah UINSA (Universitas Negeri Sunan Ampel)
Surabaya. Tahukah engkau sadaraku, beliau adalah dosenku di kelas. Beliau
mengajar Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.
Ia membuka seminar
dengan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan MEA. MEA adalah
singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Adapun anggota ASEAN itu ada 10
negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Filipina,
Vietnam, Laos, dan Kamboja.
10 negara ASEAN ini
bersepakat bahwa mulai tahun 2015, mereka akan memberlakukan pasar bebas, pasar
tunggal di ASEAN. Jadi nanti tidak akan ada lagi kesulitan-kesulitan menjual
barang dari satu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya. Tidak akan ada lagi
peraturan yang memberatkan dan tak lagi ada biaya khusus yang sangat mahal.
Ekspor dan impor dibuat sangat lentur seolah menjual di negara sendiri. Selain
itu, tenaga kerja di salah satu negara ASEAN bisa bekerja di negara ASEAN
lainnya dengan sangat mudah. Misalnya orang Filipina bekerja di Indonesia, atau
sebaliknya.
Pak Ritonga kemudian
menjelaskan ciri-ciri MEA. Ada tujuh ciri-ciri MEA, tapi saya hanya 5 ciri-ciri
yang sempat saya catat. Yaitu Arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas
investasi, arus bebas modal, dan tenaga terampil.
Apa saja keunggulan
bangsa Indonesia? Nah, pak Ritonga menjawab pertanyaan ini dengan rinci sebagai
kesiapan bangsa ini menghadapi MEA. Ada 6 keunggulan bangsa Indonesia
menurutnya. Pertama, Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah
ruah. Kedua, Memiliki surplus demografi-angkatan kerja produktif. Ketiga,
keuntungan Geografis (berada di antara 2 benua, 2 samudera dan berada pada
kawasan tropis-hasil hutan, tanaman dan hewan). Keempat, memiliki keragaman
budaya. Kelima, memiliki kekayaan pariwisata yang mempesona. Keenam,
pertumbuhan dan kemajuan perbankan nasional (termasuk perbankan syariah) yang
sangat atraktif di antara negara-negara ASEAN.
Akan tetapi, kata
dosen yang berasal dari Sumatera ini, Indonesia juga mengalami persoalan dalam
menghadapi MEA. Apa saja persoalan yang dimaksud? Yaitu kualitas dan kapasitas
SDM yang masih lebih rendah dibandingkan sebagian besar negara-negara ASEAN.
Infrastruktur (sarana dan prasarana) yang masih minim, dan minimnya jiwa kewirausahaan dalam diri sebagian besar
rakyat Indonesia.
Apalagi, lanjut pak
Ritonga, saat ini semua negara mendapat tantangan global. Misalnya kecepatan
perkembangan iptek, perkembangan informasi yang tak mengenal ruang dan waktu,
fleksibilitas dalam berinteraksi, kebutuhan layanan yang profesioanl,
perkembangan bisnis yang berorientasi pada networking, mobilitas orang dan ilmu
pengetahuan, fleksibilitas dalam berinteraksi, dan kembalinya kehidupan pada
bahan yang alami. Maka dari itu, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan persiapan
khusus menghadapi tantangan ini.
Namun ada prediksi
yang mencengangkan tentang masa depan perekonomian Indonesia. Pak Ritonga
menyebutkan bahwa prediksi ini dilakukan oleh Mckinsey Global Institution.
Menurut Mckinsey Global Institution, pada tahun 2030, Indonesia akan berada
pada peringkat ke-7 terbesar dunia. Mengalahkan Jerman dan Inggris. Lalu pada
tahun 2050, Indonesia diprediksi mendapat peringkat ke-3 terbesar dunia. Apakah
prediksi ini benar? Kita lihat nanti.
Ia kemudian membahas
tentang potensi ekonomi berbasis madrasah. Madrasah, katanya, sebagai lembaga
pendidikan Islam memiliki potensi yang besar. Ia mencontohkan pesantren
Sidogiri yang memiliki omset triliunan rupiah. Koperasi milik Sidogiri setara
atau malah lebih besar dibandingkan dengan sebuah bank nasional. Coba seluruh
pesantren bisa seperti itu, bukankah ini potensi besar.
Selanjutnya ia
menyoroti berbagai hal dari kelebihan lembaga madrasah dibandingkan dengan
sekolah yang lain; termasuk output yang dihasilkan. Misalnya saja tradisi
pesantren yang sangat bagus untuk membentuk integritas seorang SDM yang unggul;
yaitu mandiri, tolong menolong, disiplin, berani menderita, dan lain-lain.
Jadi, ekonomi
berbasis madrasah punya peran yang signifikan untuk kemajuan ekonomi di
Indonesia, terutama dalam menghadapi MEA yang sudah di depan mata.
Baiklah, inilah
tulisan yang bisa saya sampaikan kali ini. Semoga bermanfaat. Dan semoga saya
bisa menghasilkan tulisan yang lebih baik pada waktu yang lain. Amiin.
Panceng, 3 November
2014






0 komentar:
Posting Komentar