Sabtu, 08 November 2014

Tentang MEA dan Madrasah


Saudaraku, hari ahad kemarin saya mengikuti acara stadium general (perkuliahan umum) yang diadakan di STAIL (Sekolah Tinggi Agama Islam Luqman al-Hakim) Pesantren Hidayatullah Surabaya. Temanya adalah, “Menyongsong Kebangkitan Ekonomi Berbasis Pesantren dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015”. Adapun pembicaranya adalah Dr. Iskandar Ritonga  M.Ag yang merupakan kaprodi ekonomi syariah UINSA (Universitas Negeri Sunan Ampel) Surabaya. Tahukah engkau sadaraku, beliau adalah dosenku di kelas. Beliau mengajar Metodologi Penelitian Ekonomi Islam.

Ia membuka seminar dengan menjelaskan terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan MEA. MEA adalah singkatan dari Masyarakat Ekonomi ASEAN. Adapun anggota ASEAN itu ada 10 negara, yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Filipina, Vietnam, Laos, dan Kamboja.


10 negara ASEAN ini bersepakat bahwa mulai tahun 2015, mereka akan memberlakukan pasar bebas, pasar tunggal di ASEAN. Jadi nanti tidak akan ada lagi kesulitan-kesulitan menjual barang dari satu negara ASEAN ke negara ASEAN lainnya. Tidak akan ada lagi peraturan yang memberatkan dan tak lagi ada biaya khusus yang sangat mahal. Ekspor dan impor dibuat sangat lentur seolah menjual di negara sendiri. Selain itu, tenaga kerja di salah satu negara ASEAN bisa bekerja di negara ASEAN lainnya dengan sangat mudah. Misalnya orang Filipina bekerja di Indonesia, atau sebaliknya.

Pak Ritonga kemudian menjelaskan ciri-ciri MEA. Ada tujuh ciri-ciri MEA, tapi saya hanya 5 ciri-ciri yang sempat saya catat. Yaitu Arus bebas barang, arus bebas jasa, arus bebas investasi, arus bebas modal, dan tenaga terampil.

Apa saja keunggulan bangsa Indonesia? Nah, pak Ritonga menjawab pertanyaan ini dengan rinci sebagai kesiapan bangsa ini menghadapi MEA. Ada 6 keunggulan bangsa Indonesia menurutnya. Pertama, Indonesia memiliki Sumber Daya Alam (SDA) yang melimpah ruah. Kedua, Memiliki surplus demografi-angkatan kerja produktif. Ketiga, keuntungan Geografis (berada di antara 2 benua, 2 samudera dan berada pada kawasan tropis-hasil hutan, tanaman dan hewan). Keempat, memiliki keragaman budaya. Kelima, memiliki kekayaan pariwisata yang mempesona. Keenam, pertumbuhan dan kemajuan perbankan nasional (termasuk perbankan syariah) yang sangat atraktif di antara negara-negara ASEAN.

Akan tetapi, kata dosen yang berasal dari Sumatera ini, Indonesia juga mengalami persoalan dalam menghadapi MEA. Apa saja persoalan yang dimaksud? Yaitu kualitas dan kapasitas SDM yang masih lebih rendah dibandingkan sebagian besar negara-negara ASEAN. Infrastruktur (sarana dan prasarana) yang masih minim, dan minimnya  jiwa kewirausahaan dalam diri sebagian besar rakyat Indonesia.

Apalagi, lanjut pak Ritonga, saat ini semua negara mendapat tantangan global. Misalnya kecepatan perkembangan iptek, perkembangan informasi yang tak mengenal ruang dan waktu, fleksibilitas dalam berinteraksi, kebutuhan layanan yang profesioanl, perkembangan bisnis yang berorientasi pada networking, mobilitas orang dan ilmu pengetahuan, fleksibilitas dalam berinteraksi, dan kembalinya kehidupan pada bahan yang alami. Maka dari itu, bangsa Indonesia perlu mempersiapkan persiapan khusus menghadapi tantangan ini.

Namun ada prediksi yang mencengangkan tentang masa depan perekonomian Indonesia. Pak Ritonga menyebutkan bahwa prediksi ini dilakukan oleh Mckinsey Global Institution. Menurut Mckinsey Global Institution, pada tahun 2030, Indonesia akan berada pada peringkat ke-7 terbesar dunia. Mengalahkan Jerman dan Inggris. Lalu pada tahun 2050, Indonesia diprediksi mendapat peringkat ke-3 terbesar dunia. Apakah prediksi ini benar? Kita lihat nanti.

Ia kemudian membahas tentang potensi ekonomi berbasis madrasah. Madrasah, katanya, sebagai lembaga pendidikan Islam memiliki potensi yang besar. Ia mencontohkan pesantren Sidogiri yang memiliki omset triliunan rupiah. Koperasi milik Sidogiri setara atau malah lebih besar dibandingkan dengan sebuah bank nasional. Coba seluruh pesantren bisa seperti itu, bukankah ini potensi besar.

Selanjutnya ia menyoroti berbagai hal dari kelebihan lembaga madrasah dibandingkan dengan sekolah yang lain; termasuk output yang dihasilkan. Misalnya saja tradisi pesantren yang sangat bagus untuk membentuk integritas seorang SDM yang unggul; yaitu mandiri, tolong menolong, disiplin, berani menderita, dan lain-lain.

Jadi, ekonomi berbasis madrasah punya peran yang signifikan untuk kemajuan ekonomi di Indonesia, terutama dalam menghadapi MEA yang sudah di depan mata.

Baiklah, inilah tulisan yang bisa saya sampaikan kali ini. Semoga bermanfaat. Dan semoga saya bisa menghasilkan tulisan yang lebih baik pada waktu yang lain. Amiin.




Panceng, 3 November 2014

0 komentar:

Posting Komentar