Rasa
penyesalan dalam hati ada dua macam, jelek dan baik. Jelek ketika penyesalan
itu sangat mengganggu dan merusak diri. Yang ada adalah ratapan-ratapan kosong
yang membuat masa depan suram. Kata yang keluar dari lisannya adalah
“seandainya” dan “kalau saja”. Dia sering berandai-andai dan melamun namun tak
ada aksi apapun dalam hidupnya yang bermanfaat bagi dirinya ataupun orang lain.
Orang
semacam ini akan cenderung menyalahkan takdir. Dia tanpa sadar melakukan protes
terhadap ketentuan Allah. Dia mengira hubungannya baik dengan Allah, padahal
Dia sendiri yang merobek hubungan itu dengan cara tidak meridhai dan menerima
apa yang Allah tentukan.
Namun,
ada juga penyesalan yang baik. Penyesalan yang baik adalah penyesalan yang
membawa dampak positif. Setelah ada rasa penyesalan, dia kemudian berusaha
lebih baik dari sebelumnya. Jika sudah begini, maka rasa menyesal bisa
dikatakan sebuah kewajiban. Dia wajib menyesal agar dia bisa lebih baik.
Orang
yang sering melakukan dosa juga wajib menyesal agar dia diterima taubatnya oleh
Allah. Kalau tak ada rasa menyesal, maka taubatnya tidak akan diterima. Karena
kalau tidak ada rasa penyesalan dalam diri, berarti masih ada keinginan untuk
melakukan dosa itu. Dia berpandangan bahwa dosa itu adalah sesuatu yang nikmat.
Dia merasa ketagihan. Dia ingin melakukan dosa itu lagi.
Jika
itu yang terjadi, maka istighfar yang ia ucapkan berkali-kali dalam wiridnya
tak akan berguna sama sekali. Kenapa? Karena dia tak menyesali perbuatannya. Ketika
dia tak menyesal, maka dia tak akan ada keinginan untuk berhenti melakukan.
Oh,
alangkah pentingnya menyesal yang seperti ini. Berbeda dengan penyesalan
sebelumnya. Semoga kita bisa terbebas dari rasa penyesalan yang negatif dan
mampu memiliki rasa penyesalan yang positif, agar Allah sayang kita dan kita
menjadi orang-orang yang baik di sisi-Nya. Amiin.
Surabaya,
5 Januari 2016






0 komentar:
Posting Komentar